Oleh : Sapto Fajar Prima, S.H | 1 Desember 2021
Salah satu member JKT48 berinisial SIN, melaporkan pemilik akun Twitter soal tudingan skandal seks dengan manajemen. Pemilik akun tersebut dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik karena terlapor menuding SIN terlibat skandal seks dengan manajemen JKT48.
“Hari ini 16 November 2021 @N_ShaniJKT48 bersama JKT48 Operation Team telah melaporkan yang bersangkutan ke SPKT Polda Metro Jaya atas Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik,” lanjutnya.
Dalam laporan tersebut juga terlihat SIN dan JKT48 belum tahu siapa pelaku tersebut. Dari laporan polisi itu diketahui nama terlapor masih dalam penyelidikan.
Berdasarkan pengertiannya, Pencemaran nama baik merupakan suatu tindakan menyerang kehormatan seseorang atau mencemarkan nama baik melalui lisan atau tulisan. Pencemaran nama baik ini digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu, pencemaran terhadap perorangan, kelompok, agama, orang yang telah meninggal, dan para pejabat.
Untuk pencemaran nama baik itu sendiri sebenarnya sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Akan tetapi, karena digunakannya sosial media untuk melacarkan aksinya, maka pencemaran nama baik termasuk kategori yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tentang tindak pidana penghinaan (pencemaran nama baik) melalui media sosial, termasuk kedalam penghinaan khusus. Penghinaan khusus ini berbeda dengan penghinaan khusus dalam KUHP. Penghinaan khusus dalam KUHP adalah penghinaan yang diatur di luar Bab XVI KUHP. Penghinaan khusus tersebut terdapat, secara tersebar, di dalam jenis-jenis tindak pidana tertentu. Sementara penghinaan khusus di luar KUHP (penghinaan melalui media sosial) yang kini terdapat dalam perundang-undangan kita, ialah penghinaan khusus (pencemaran nama baik) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa:
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat diakses-nya informasi elektronik dan/atau dokumen yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
Sementara itu dalam Pasal 45 juncto pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa:
“Setiap Orang yang memenuhi unsur dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat diakses-nya informasi elektronik dan/atau dokumen yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Keberlakuan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE diatas, tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa di zaman yang sudah sepenuhnya banyak dilakukan di sosial media ini harus lebih berhati-hati dalam berucap dan menyebarkan berita yang belum tentu benar nya apalagi yang berujung pada fitnah yang menyebabkan pencemaran nama baik seseorang, akan ada undang-undang ITE yang berlaku atas tindakan pidana yang dilakukan disosial media.