Oleh : David Adam Putra Sianipar | 18 Januari 2022
Kesuksesan Ghozali Everyday dalam meraup miliaran rupiah dari foto-foto selfie yang dijualnya pada situs OpenSea cukup menyita perhatian publik. Ramai-ramai pun publik ikut mencoba peruntungan dengan menjual berbagai foto seperti foto selfie, foto makanan, foto pakaian, bahkan hingga foto Kartu Tanda Penduduk(KTP)-loh! Atas jual beli KTP tersebut, banyak pihak yang tidak terima dan mengecam perbuatan tersebut.
Apa itu OpenSea?
Dilansir dari opensea.io, OpenSea adalah pasar terbuka pertama dan terbesar yang memungkinkan penggunanya untuk menjual bahkan membeli NFT diseluruh dunia. NFT sendiri ialah singkatan dari Non-Fungible Token yang merupakan sertifikat kepemilikan digital yang tidak dapat digandakan. Artinya, jika kamu membeli suatu NFT maka kamu hanya memiliki hak kepemilikan digitalnya, bukan karyanya secara utuh. NFT yang dapat diperjualbelikan dalam OpenSea ada beragam bentuknya dari mulai foto, gambar, desain, ilustrasi, musik, video, dan karya seni lainnya.
Mengapa Banyak Pihak Tidak Terima dan Mengecam Perbuatan Jual Beli KTP?
KTP yang saat ini dikenal juga sebagai KTP-el adalah Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana. Di dalam KTP, melekat yang namanya Nomor Induk Kependudukan (NIK), merupakan nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
Setiap orang wajib memiliki NIK yang berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah kepada setiap Penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata. Adapun data berupa NIK dan informasi yang ada dalam KTP (data perseorangan) adalah termasuk Data Pribadi yang dilindungi kerahasiaannya.
Beberapa resiko yang mungkin timbul apabila Data Pribadi diperjualbelikan diantaranya adalah;
Bagaimana Hukumnya Jika Menjual Data Pribadi Orang Lain?
Dalam hal foto KTP yang diperjualbelikan mengandung NIK dan data perseorangan milik orang lain, sejauh ini belum ditemukan adanya peraturan yang secara jelas mengatur hal tersebut. Namun secara eksplisit, hal itu bertentangan dengan pasal 32 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.”
Adapun ancaman pidananya berdasarkan pasal 48 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ialah pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).